Mahasiswa, Disrupsi dan Tantangan Dunia Kerja
Mahasiswa adalah agent of change, agent of social control and iron stock. Tiga frasa tersebut telah lama menemani kehidupan mahasiswa. Bahkan tak jarang menjadi bara yang menyulut api semangat para mahasiswa dalam proses mendalami keilmuannya.
Namun, masih relevankah hari ini? Agaknya terjadi pergeseran paradigma yang menuntut mahasiswa harus menjadikan dirinya subjek -terkadang malah objek- daripada proses industrialisasi. Yang mana hal ini cenderung menjauhkan mereka dari tanggung jawab sosial sehari-hari.
Menjadi narasumber dalam diskusi Seminar Nasional dengan tajuk Sinkronisasi Ideologi Kampus dan Realitas Dunia Kerja, Fauzal Maula L Rosjid (Anggota DPRD Fraksi PKB Karanganyar) banyak menyampaikan pandangannya terhadap fenomena hai ini berkaitan dengan kemahasiswaan, industrialisasi dan multidisrupsi teknologi.
Seminar ini diselenggarakan oleh BEM Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta pada tanggal 14 Juni 2025. Untuk memperdalam diskusi, dihadirkan juga akademisi yakni Prof. Dr. Drs. H. A. Dardiri Hasyim, S.H., M.H dan politisi lain yakni Wakil Walikota Surakarta, Astrid Widayani, S.S., S.E., M.B.A.
Beberapa hal yang disampaikan Mas Oza (panggilan akrabnya) adalah ikhtiar mahasiswa untuk selalu menitikberatkan perjalanan prosesnya di dunia perkuliahan. Iring-iringan antara pencapaian akademik, non-akademik dan kontribusi sosial harus dilaksanakan dengan setara. Hal inilah yang akan menghasilkan hard-skill, soft-skill, adaptability, networking dan luck-spirituallity yang kelak akan digunakan sebagai modal utama dalam menghadapi peluang dan tantangan yang ada di dunia pekerjaan.
Sesi pemaparan berlangsung cukup khidmat dan dilanjutkan dengan tanya jawab. Dari sekian banyak penanya, ada satu yang dijadikan highlight oleh Mas Oza, yakni pertanyaan dari Bagus (mahasiswa semester dua program studi PAI). Bagus menanyakan, “Bagaimana jika kita sudag berproses dengan susah payah namun dikalahkan oleh orang dalam?”
Dengan berseri Mas Oza menjawab, “Ya, memang fenomena orang dalam menjadi problem yang sering menghalangi pencapaian seseorang. Namun, saya punya dua penawaran. Menjadi orang yang membenci ordal, memusuhi dan menuntutnya hingga mencari keadilan atas sistemnya, atau memilih menjadi bagian darinya. Bagian yang dimaksud adalah menjadi orang yang jaringannya luas, kenalannya banyak, kompetensinya tinggi dan valuesnya banyak dicari orang.”
Seminar ditutup dengan closing statement dari Mas Oza yang mengutip pernyataan dari Benjamin Franklin, “Banyak orang mati di usia 25 tahun, namun tidak dikuburkan hingga usianya 75 tahun.” Mati di usia 25 tahun disini adalah hiperbola yang menekankan bahwa modal utama bagi kaum muda adalah semangat, dan terkadang semangat itu hilang seiring bertambahnya usia. Semoga mahasiswa/i selalu bisa menjaga bara api semangat dan idealismenya, karena itulah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda.
Post a Comment