Header Ads

Putusan MK tentang Pemilu Serentak; Perpanjangan Kekuasaan atau Perpanjangan Penderitaan?

Silang Pendapat Putusan MK tentang Pemisahan Pemilu Daerah dan Nasional |  tempo.co


Ada satu fenomena unik yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu berkaitan dengan Putusan MK tentang Penyelenggaraan Pemilu. Hal ini menjadi unik dikarenakan keputusan yang berskala nasional dan menyentuh hingga level masyarakat, namun ternyata khalayak banyak yang belum mengetahuinya, setidaknya hingga catatan ini ditulis. Biasanya, untuk berita yang menyangkut eksistensi politik, zoon politicon itu akan selalu berbondong-bondong nyengkuyung. Mulai dari anggota parlemen, kader partai, LSM dan simpatisan, hingga masyarakat cangkruk di pos ronda masing-masing RT.

Hadirnya Putusan MK yang diajukan oleh Perludem ini memang seolah menjadi oase di tengah panasnya gurun pasir, kira-kira seperti itulah yang dirasakan oleh para politisi di daerah. Bagaimana tidak, salah satu poin daripada putusan itu diartikan sebagai perpanjangan masa jabatan Anggota DPRD selama dua tahun. Pemilu yang awalnya akan digelar pada tahun 2029 diwacanakan mundur menjadi tahun 2031.

Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu pembahasan yang cukup meramaikan khazanah perpolitikan di daerah, tak terkecuali di DPRD Karanganyar.

Dikala para anggota DPRD Karanganyar dengan suka cita merayakannya, penulis dengan perjalanan perenungannya justru memiliki tafsiran sendiri. Di satu sisi, penulis menyepakati alasan Perludem memohonkan UU ini, karena memang diadakannya Pemilu secara serentak daerah dan nasional menyebabkan partai politik memiliki persiapan yang kurang optimal dalam proses kaderisasi. Waktu lima tahun terbilang sudah cukup bagi parpol untuk mendidik kadernya, namun secara timeline agaknya masih terbilang cukup ruwet. Karena agenda nasional dan daerah yang timelinenya juga belum sinkron inilah kemudian sangat mempengaruhi integrasi pendidikan SDM politik dan pembangunan nasional dan daerah.

Di sisi lain, bayangan kekhawatiran akan terjadinya dominasi kekuasaan yang tak terbendung juga sekelibatan terlihat. Bisa jadi, Pemilu daerah akan terjadi dengan ugal-ugalan atau justru sama sekali tidak menarik. Mengingat skema “tandem” antara DPRD dan DPR yang setidaknya sudah terjadi di dua Pemilu belakangan. Bisa jadi karena sudah tidak dipilih secara “bersamaan”, ada skema penggelontoran kekuatan dari pusat ke daerah, atau justru sebaliknya, daerah justru tidak diurus sama sekali. Kelihatannya, prasangka buruk pertamalah yang paling memungkinkan terjadi.

Secara garis besar, pemisahan Pemilu menjadi nasional dan regional memang menjadi salah satu penawar di tengah menurunnya daya didik parpol dalam penguatan SDM politik kadernya. Besar harapan dengan dipisahnya Pemilu ini memberi jeda waktu bagi parpol untuk menyiapkan dikpol yang terintegrasi antara pusat dan daerah, sehingga peran daripada kedua lembaga “legislatif” ini sama-sama kuat.


Sumber gambar:https://images.app.goo.gl/emGb5QBt4F8SMAEq6

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.